Magnitudnya 8,3 (lalu diperbaiki ke 7,8). Sumbernya sangat dangkal, hanya 10 km dpl. Dan daratan terdekat dengannya adalah Kepulauan Mentawai (Sumatra Barat). Dengan sebaris informasi awal ini, tak heran banyak yang terperanjat saat mendengar/menerima kabar bahwa gempa itulah yang meletup tadi (2 Maret 2016 TU pukul 19:50 WIB). Saya pribadi juga sempat beranggapan, nampaknya inilah gempa besar yang telah lama diprediksi itu.
Sudah sejak 15-an tahun silam disadari bahwa Kepulauan Mentawai berdiri di atas monster megathrust, sumber potensial untuk gempa jumbo. Andaikata ia melepaskan seluruh energinya, diprakirakan getaran gempa dengan magnitud sekitar 9 akan menjalar. Tak hanya gempa, mekanisme pematahan di monster megathrust ini juga akan melimburkan tsunami yang segera berderap ke pesisir barat pulau Sumatra dengan prakiraan tinggi gelombang yang membikin bulu kuduk meremang.
Namun saat mengecek posisinya dan mengeplotnya ke peta, keterperanjatan itu langsung surut. Episentrum gempa ini terletak jauh di tengah-tengah Samudera Indonesia (Indian Ocean). Kep. Mentawai memang daratan terdekat dengannya, namun itu pun masih sejarak tak kurang dari 680 km terhadap episentrum. Jarak yang teramat jauh. Maka tak heran jika getaran gempanya terasa lamat-lamat di daratan Sumatra. Model perhitungan yang disajikan otoritas survey geologi AS (USGS) memperlihatkan intensitas getaran yang dialami Kep. Mentawai dan P. Sumatra pada umumnya dalam gempa ini hanyalah 2 MMI (modified mercalli intensity). Intensitas sekecil itu hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang cukup peka. Publik secara umum baru akan merasakan getaran gempa kala intensitas yang diterimanya minimal 3 MMI. Jarak episentral yang jauh menghasilkan intensitas gempa yang kecil. Maka tak perlu terlalu khawatir dengan kondisi Kep. Mentawai pasca gempa ini.
Bagaimana dengan tsunaminya? USGS juga telah melansir jenis mekanisme pematahan pada gempa ini. Ternyata disebabkan oleh pematahan geser. Ini jenis pematahan yang tak menyebabkan deformasi vertikal dasar laut di lokasi sumber gempa. Sehingga pada gilirannya juga tak menyebabkan usikan kuat pada kolom air laut diatasnya. Karena tak ada usikan, kemungkinan terbentuknya tsunami adalah cukup kecil.
Andaikata ada tsunaminya, lagi-lagi jarak yang jauh berperan menentukan. Pada dasarnya semakin besar magnitud gempanya maka semakin tinggi tsunami yang terbentuk. Namun semakin jauh dari sumber tsunami, maka tinggi tsunaminya pun turut melorot. Dalam bahasa yang lebih teknis, semakin jauh dari sumber tsunami membuat energi tsunami kian terdissipasi sehingga berdampak pada melemahnya sang tsunami (dan melorotnya ketinggiannya). Perhitungan sederhana dengan menggunakan persamaan Iida memperlihatkan dengan jarak 680 km dan dianggap magnitudo tsunami = magnitudo gempa, maka prakiraan ketinggian tsunami yang tiba di Kep. Mentawai berada di kisaran 15 cm. Cukup kecil dan sangat sulit berdampak signifikan.
Di atas semua itu, lepas dari paparan data dan prakiraan tadi, gempa besar ini tak menutupi fakta bahwa Kep. Mentawai masih menjadi salah satu kawasan rawan gempa dan tsunami di Indonesia. Mari tetap waspada (dan bersiaga pada waktunya), namun janganlah paranoia.
Note: beberapa catatan tambahan dan citra/gambar pendukung dapat disimak di https://t.co/xFRUhiBZTb
sumber: tulisan Marufin Sudibyo
Posting Komentar